Chocolate Chip Cookie

Senin, 08 Agustus 2011

ALANGKAH INDAHNYA ISLAM


 kawan, entri kali ini tidak menyangkut puasa tapi masih dalam pembahasan islam, mari kita perdalami ilmu kita mengenai agama islam,agama kita yang diridhoi Alloh SWT. Semoga kita semakin yakin dan bisa dalam memperkuat ketebalan iman. amin... ok, saya ga panjang-panjang ngobrolnya, langsung aja baca entri kali ini....

Tema keindahan Islam sangat luas, panjang lebar sulit untuk diringkas dengan bilangan waktu yang tersisa. Sebelumnya, yang perlu kita ketahui adalah firman Allah.
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Qs. Ali Imran: 19)
Juga firman-Nya.
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ
“Barang siapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak akan diterima.” (Qs. Ali Imran: 85)
Jadi, agama yang dibawa oleh para nabi dan menjadi sebab Allah mengutus para rasul adalah dienul Islam. Allah mengutus para rasul untuk mengajak agar orang kembali kepada Allah. Para rasul datang untuk memperkenalkan Allah. Barang siapa menaati mereka, maka para rasul akan memberikan kabar gembira kepadanya. Adapun orang yang menentangnya, maka para rasul akan menjadi peringatan baginya. Para rasul diperintahkan untuk menegakkan agama di dunia ini.
Allah berfirman.
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحاً وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu ‘Tegakkan agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.’ Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 13)
Islam adalah agama yang dipilih Allah untuk makhluk-Nya. Agama yang dibawa Nabi merupakan agama yang paripurna. Allah tidak akan menerima agama selainnya. Jadi agama ini adalah agama penutup, yang dicintai dan diridhaiNya.
Allah berfirman.
يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
“Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 42)
Sebagian ahli ilmu mengatakan, Sebelumnya aku mengira bahwa orang yang bertaubat kepada Allah, maka Allah akan menerima taubatnya. Dan orang yang meridhoi Allah, niscaya Allah akan meridhoinya. Dan barang siapa yang mencintai Allah, niscaya Allah akan mencintainya. Setelah aku membaca Kitabullah, aku baru mengetahui bahwa kecintaan Allah mendahului kecintaan hamba pada-Nya dengan dasar ayat,
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
“Dia mencintai mereka dan mereka mencitai-Nya.” (Qs. Al Maaidah: 54)
Ridha Allah kepada hambaNya mendahului ridha hamba kepada-Nya dengan dasar ayat,
رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ
“Allah meridhoi mereka dan mereka meridhoi-Nya.” (Qs. At-Taubah: 100)
Dan aku mengetahui bahwa penerimaan taubat dari Allah, mendahului taubat seorang hamba kepada-Nya dengan dasar ayat,
ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُواْ إِنَّ
“Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya.” (Qs. At-Taubah: 118)

Sabtu, 06 Agustus 2011

RAHASIA PUASA

Sebagai muslim yg sejati kedatangan dan kehadiran Ramadhan yg mulia pada tahun ini merupakan sesuatu yg amat membahagiakan kita. Betapa tidak dgn menunaikan ibadah Ramadhan amat banyak keuntungan yg akan kita peroleh baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak. Di sinilah letak pentingnya bagi kita utk membuka tabir rahasia puasa sebagai salah satu bagian terpenting dari ibadah Ramadhan.
Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya al-Ibadah Fil Islam mengungkapkan ada lima rahasia puasa yg bisa kita buka utk selanjutnya bisa kita rasakan keni’matannya dalam ibadah Ramadhan. Menguatkan Jiwa Dalam hidup tak sedikit kita dapati manusia yg didominasi oleh hawa nafsunya lalu manusia itu menuruti apa pun yg menjadi keinginannya meskipun keinginan itu merupakan sesuatu yg bathil dan mengganggu serta merugikan orang lain. Karenanya di dalam Islam ada perintah utk memerangi hawa nafsu dalam arti berusaha utk bisa mengendalikannya bukan membunuh nafsu yg membuat kita tidak mempunyai keinginan terhadap sesuatu yg bersifat duniawi. Manakala dalam peperangan ini manusia mengalami kekalahan malapetaka besar akan terjadi krn manusia yg kalah dalam perang melawan hawa nafsu itu akan mengalihkan penuhanan dari kepada Allah SWT sebagai Tuhan yg benar kepada hawa nafsu yg cenderung mengarahkan manusia pada kesesatan.
Allah memerintahkan kita memperhatikan masalah ini dalam firman-Nya yg artinya “Maka pernahkah kamu melihat orang yg menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya.” . Dengan ibadah puasa maka manusia akan berhasil mengendalikan hawa nafsunya yg membuat jiwanya menjadi kuat bahkan dgn demikian manusia akan memperoleh derajat yg tinggi seperti layaknya malaikat yg suci dan ini akan membuatnya mampu mengetuk dan membuka pintu-pintu langit hingga segala doanya dikabulkan oleh Allah SWT.
Rasulullah saw bersabda yg artinya “Ada tiga golongan orang yg tidak ditolak doa mereka orang yg berpuasa hingga berbuka pemimpin yg adil dan doa orang yg dizalimi.” . Mendidik Kemauan Puasa mendidik seseorang utk memiliki kemauan yg sungguh-sungguh dalam kebaikan meskipun utk melaksanakan kebaikan itu terhalang oleh berbagai kendala. Puasa yg baik akan membuat seseorang terus mempertahankan keinginannya yg baik meskipun peluang utk menyimpang begitu besar. Karena itu Rasulullah saw menyatakan bahwa puasa itu setengah dari kesabaran. Dalam kaitan ini maka puasa akan membuat kekuatan rohani seorang muslim semakin prima.
Kekuatan rohani yg prima akan membuat seseorang tidak akan lupa diri meskipun telah mencapai keberhasilan atau keni’matan duniawi yg sangat besar dan kekuatan rohani juga akan membuat seorang muslim tidak akan berputus asa meskipun penderitaan yg dialami sangat sulit. Menyehatkan Badan Disamping kesehatan dan kekuatan rohani puasa yg baik dan benar juga akan memberikan pengaruh positif berupa kesehatan jasmani. Hal ini tidak hanya dinyatakan oleh Rasulullah saw tetapi juga sudah dibuktikan oleh para dokter atau ahli-ahli kesehatan dunia yg membuat kita tidak perlu meragukannya lagi. Mereka berkesimpulan bahwa pada saat-saat tertentu perut memang harus diistirahatkan dari bekerja memproses makanan yg masuk sebagaimana juga mesin harus diistirahatkan apalagi di dalam Islam isi perut kita memang harus dibagi menjadi tiga sepertiga utk makanan sepertiga utk air dan sepertiga utk udara.
Mengenal Nilai Keni’matan Dalam hidup ini sebenarnya sudah begitu banyak keni’matan yg Allah berikan kepada manusia tapi banyak pula manusia yg tidak pandai mensyukurinya. Dapat satu tidak terasa ni’mat krn menginginkan dua dapat dua tidak terasa ni’mat krn menginginkan tiga dan begitulah seterusnya. Padahal kalau manusia mau memperhatikan dan merenungi apa yg diperolehnya sebenarnya sudah sangat menyenangkan krn begitu banyak orang yg memperoleh sesuatu tidak lbh banyak atau tidak lbh mudah dari apa yg kita peroleh. Maka dgn puasa manusia bukan hanya disuruh memperhatikan dan merenungi tentang keni’matan yg sudah diperolehnya tetapi juga disuruh merasaakan langsung betapa besar sebenarnya ni’mat yg Allah berikan kepada kita. Hal ini krn baru beberapa jam saja kita tidak makan dan minum sudah terasa betul penderitaan yg kita alami dan pada saat kita berbuka puasa terasa betul besarnya ni’mat dari Allah meskipun hanya berupa sebiji kurma atau seteguk air.

Kamis, 04 Agustus 2011

Puasa dan Kesehatan

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kalian untuk berpuasa sebagaimana juga telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa (Q.S. Al-Baqarah: 183).
Dan andai kalian memilih puasa tentulah itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui (Q.S. Al-Baqarah: 184).

Dua ayat di atas menggambarkan tentang kewajiban puasa dan manfaatnya. Kecuali kita mendapati maksud untuk menjadikan orang yang berpuasa bertaqwa, tapi juga manfaat di luar itu; seperti untuk kesehatan. Setidaknya kita juga mendapati hadits yang menyatakan ’shûmû tashihhû’ ; berpuasalah niscaya kalian akan sehat !.

Sesungguhnya puasa, setelah melalui berbagai penelitian ilmiah dan terperinci terhadap organ tubuh manusia dan aktivitas fisiologisnya menemukan bahwa puasa secara jelas adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh tubuh manusia sehingga ia bisa terus melakukan aktivitasnya secara baik. Dan puasa benar-benar sangat penting dan dibutuhkan bagi kesehatan manusia sebagaimana manusia membutuhkan makan, bernafas, bergerak, dan tidur. Maka manusia sangat membutuhkan hal-hal ini. Jika manusia tidak bisa tidur, makan selama rentang waktu yang lama maka ia akan sakit. Maka, tubuh manusia pun akan mengalami hal yang jelek jika ia tidak berpuasa.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Nasaa'i dari shahabat Abu Umamah:"Wahai Rasulullah, perintahkanlah kepadaku satu amalan yang Allah akan memberikan manfaat-Nya kepadaku dengan sebab amalan itu". Maka Rasulullah bersabda, "Berpuasalah, sebab tidak ada satu amalan pun yang setara dengan puasa".

Dan sebab pentingnya puasa bagi tubuh adalah karena puasa bisa membantu badan dalam membuang sel-sel yang sudah rusak, sekaligus sel-sel atau hormon atau pun zat-zat yang melebihi jumlah yang dibutuhkan tubuh. Dan puasa, sebagaimana dituntunkan oleh Islam adalah rata-rata 14 jam, kemudian baru makan untuk durasi waktu beberapa jam.

Ini adalah metode yang bagus untuk sistem pembuangan sel-sel atau hotmon yang rusak dan membangun kembali badan dengan sel-sel baru. Dan ini sangat berbeda dengan apa yang difahami kebanyakan orang, bahwa puasa menyebabkan orang menjadi lemah dan lesu. Puasa yang bagus bagi badan itu adalah dengan syarat dilakukan selama satu bulan berturut-turut dalam setahun, dan bisa ditambahkan 3 hari setiap bulan. hal ini sesuai benar dengan anjuran Rasulullah dalam sebuah haditsnya: ’Siapa yang berpuasa tiga hari setiap bulan, maka itu sama dengan puasa dahr (puasa sepanjang tahun)’.

Kalau memakai analisis matematika Al-Qurkan, kita akan menemukan relefansinya dengan firmanNya: ’Barangsiapa yang beramal dengan satu perbuatan baik, maka Allah memberikan kepadanya 10 kali lipat dari amalan itu’ (QS Al-An’âm : 160) . Nah, satu hari dihargai 10 hari oleh Allah, maka 3 hari dihargai 30 hari, dan bila 3 hari setiap bulan maka menjadi 36 hari. Dan ini senilai dengan 360 hari atau satu tahun dalam penghargaan Allah.

Karenanya, berpuasa kecuali dengan menargetkan kwalitas ketakwaan yang bersifat kosmis juga kwalitas kesehatan yang bersifat fisik. Manfaat itu bagaikan dua mata koin dari puasa yang kita lakukan sebulan penuh itu. Semoga

Selasa, 02 Agustus 2011

Menggali Cinta dengan Puasa


Fathurahman Az Zidany,

Marilah rasa takwa selalu kita pelihara dan kita tingkatkan, sehubungan keberadaan bulan Ramadan, syahrul ibadah. Sebuah bulan dengan kondisi yang sangat mendukung sekali bagi peningkatan kadar keimanan, maka hendaklah selalu diupayakan peningkatan kualitas puasa dengan berlomba mencari pahala dan mengerjakan amal kebajikan, sehingga tercatat oleh Allah sebagai manusia yang berprestasi di bulan Ramadan ini.
Ternyata bukan hanya umat Muhammad yang berpuasa. Sejarah mencatat, sebelum kedatangan Muhammad, umat nabi yang lain diwajibkan berpuasa. Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, sejak Nabi Nuh hingga Nabi Isa, puasa wajib dilakukan tiga hari setiap bulannya. Bahkan, Nabi Adam Alaihissalam diperintahkan untuk tidak memakan buah khuldi, yang ditafsirkan sebagai bentuk puasa pada masa itu. “Janganlah kamu mendekati pohon ini yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.” (Al-Baqarah: 35).
Begitu pula Nabi Musa bersama kaumnya berpuasa empat puluh hari. Nabi Isa pun berpuasa. Dalam Surah Maryam dinyatakan, Nabi Zakaria dan Maryam sering mengamalkan puasa. Nabi Daud Alaihissalam, seorang raja besar nan agung pun sehari berpuasa dan sehari berbuka pada tiap tahunnya.
Nabi Muhammad SAW sendiri sebelum diangkat menjadi rasul, telah mengamalkan puasa tiga hari setiap bulan dan turut mengamalkan puasa Asyura yang jatuh pada hari ke-10 bulan Muharram bersama masyarakat Quraisy yang lain. Malah masyarakat Yahudi yang tinggal di Madinah pada masa itu turut mengamalkan puasa Asyura.
Demikian juga dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan, melakukan puasa demi kelangsungan hidupnya. Selama mengerami telur, ayam harus berpuasa. Demikian pula ular, berpuasa baginya untuk menjaga struktur kulitnya agar tetap keras terlindung dari sengatan matahari dan duri hingga ia tetap mampu melata di bumi. Ulat-ulat pemakan daun pun berpuasa, jika tidak ia tak akan lagi menjadi kupu-kupu dan menyerbuk bunga-bunga.
Sehingga kesimpulannya, puasa adalah merupakan sunnah kehidupan (sunnah thoyyibah). Puasa merupakan hukum-hukum kehidupan yang sebenarnya memang wajar adanya bilamana manusia ingin menjadi lebih baik. Jika berpuasa merupakan sunnah thobi'iyyah (sunnah kehidupan) sebagai langkah untuk tetap survive, mengapa manusia tidak? Terlebih lagi jika kewajiban puasa diembankan kepada umat Islam, tentu saja memikili makna filosofis dan hikmah tersendiri. Karena, ternyata puasa bukan hanya menahan dari segala sesuatu yang merugikan diri sendiri atau orang lain, melainkan merefleksikan diri untuk turut hidup berdampingan dengan orang lain secara harmonis, memusnahkan kecemburuan sosial serta melibatkan diri dengan sikap tepa selira dengan menjalin hidup dalam kebersamaan, serta melatih diri untuk selalu peka terhadap lingkungan.
Rahasia-rahasia tersebut ternyata ada pada kalimat terakhir yang teramat singkat pada ayat 183 Surah Al-Baqarah. Allah SWT memerintahkan, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).
Allah SWT mengakhiri ayat tersebut dengan “agar kalian bertakwa”. Syekh Musthafa Shodiq al-Rafi'ie (w. 1356 H/1937 M) dalam bukunya Wahyu al-Qalam mentakwil kata ‘takwa’ dengan ittiqa, yakni memproteksi diri dari segala bentuk nafsu kebinatangan yang menganggap perut besar sebagai agama, dan menjaga humanisme dan kodrat manusia dari perilaku layaknya binatang. Dengan puasa, manusia dapat menghindari diri dari bentuk yang merugikan diri sendiri dan orang lain, sekarang atau nanti. Generasi kini atau esok.
Mazhab sosialisme, paham komunisme yang sudah bangkrut, yang cuma sekadar menganggap bahwa agar tidak ada orang miskin maka semua manusia harus sama rata-sama rata, yang menganggap landasan hidup adalah materialisme dan tidak mengakui adanya Tuhan, akhirnya harus tunduk dan mengaku kalah dengan sistem ajaran Islam.
Puasa sebagai ‘satu-satunya sistem sosialis yang paling unik dan justru paling benar!’ Bagaimana tidak, puasa adalah kefakiran secara ‘paksa,’ semua orang Islam dipaksa miskin, semua dipaksa untuk menderita, dengan aturan-aturan yang ditentukan oleh syariat agama kepada seluruh umat (Islam) tanpa pandang bulu. Islam memandang sama derajat manusia, terutama soal ‘perut’. Mereka yang memiliki Dollar, atau yang mempunyai sedikit Rupiah, atau orang yang tak memiliki sepeser pun, tetap merasakan hal yang sama: lapar dan haus.
Jika salat mampu menghapus citra arogansi individual manusia diwajibkan bagi insan Muslim, haji dapat mengikis perbedaan status sosial dan derajat umat manusia diwajibkan bagi yang mampu, maka puasa adalah kefakiran total insan bertakwa yang bertujuan mengetuk sensitivitas, dan rasa solidaritas manusia dengan metode amaliah (praktis), bahwasanya kehidupan yang benar berada di balik kehidupan itu sendiri. Dan kehidupan itu mencapai suatu tahap paripurna manakala manusia memiliki kesamaan rasa, atau manusia ‘turut merasakan’ bersama, bukan sebaliknya. Manusia mencapai derajat kesempurnaan (insan kamil) tatkala turut merasakan sensitivitas satu rasa sakit, bukan turut berebut melampiaskan segala macam hawa nafsu.
Ada sejenis kaidah jiwa, bahwasanya ‘cinta’ timbul dari rasa sakit. Di sinilah letak rahasia besar sosial dari hikmah berpuasa. Dengan jelas dan akurat, Islam melarang keras segala bentuk makanan, minuman, aktivitas seks, penyakit hati dan ucapan merasuki perut dan jiwa orang yang berpuasa.
Dari lapar dan dahaga, betapa kita dapat merasakan mereka yang berada di garis kemiskinan, manusia papa yang berada di kolong jembatan, atau kaum tunawisma yang kerap berselimutkan dingin di malam hari atau terbakar terik matahari di siang hari. Ini adalah suatu sistem, cara praktis melatih kasih sayang jiwa dan nurani manusia. Adakah cara yang paling efektif untuk melatih cinta? Bukankah kita tahu bahwa selalu ada dua sistem yang saling terkait: yang melihat dan yang buta, yang cendikia dan yang awam, serta yang teratur dan yang mengejutkan.
Jika cinta antara orang kaya yang lapar terhadap orang miskin yang lapar tercipta, maka untaian hikmah kemanusiaan di dalam diri manusia akan muncul. Orang yang berpunya dan hatinya selalu diasah dengan puasa, maka telinga jiwanya mendengar suara sang fakir yang merintih. Ia tidak serta-merta mendengar itu sebagai suara mohon pengharapan, melainkan permohonan akan sesuatu hal yang tidak ada jalan lain untuk disambut, direngkuh dan ditanggapi akan makna tangisannya itu. Orang berpunya akan memaknai itu semua atas pengabdian yang tulus, iimaanan wa ihtisaaban. Semua karena Allah, karena hanya Dia Sang pemilik segala.
66 tahun Indonesia telah merdeka, maka minimal 66 kali mayoritas bangsa Indonesia telah melaksanakan puasa Ramadan. Tetapi puasa bangsa Indonesia belum mewujudkan harapan dari perintah Allah tentang ibadah puasa ini. Bangsa Indonesia belum bisa meraih kemenangan spiritual dalam perjalanannya. Sehingga ketika badai krisis masih sering kali datang, dan kita tidak mampu berlindung, sehingga terjadilah krisis berkepanjangan.
Padahal kita tahu, bahwa biang kerusuhan dan kerusakan bangsa adalah kemiskinan, tentu saja yang dimaksud adalah kemiskinan struktural. Yaitu, kemiskinan yang dikondisikan. Negara kita digoyang oleh berbagai krisis karena mereka yang ‘di atas angin’, kaum elite dan orang yang diberi kekuatan lebih, sengaja menciptakan kemiskinan struktural dari semua jenis kemiskinan, baik miskin fisiologi, miskin intelektual, miskin emosional dan miskin spiritual.
Semua kemiskinan itu menyebabkan kita lemah fisik, lemah mental dan lemah agama. Akibat kemiskinan yang merata ini, maka kita sulit mencari solusi untuk keluar dari krisis. Miskin fisiologi menyebabkan lemahnya bekerja secara fisik, yang akhirnya menjadi manusia yang tidak produktif.
Miskin intelektual menyebabkan kita tidak menemukan jalan keluar yang logis dan sistematis. Miskin emosional membuat kita tidak memahami orang lain, kita hanya memahami kepentingan diri sendiri, kelompok kita sendiri atau golongan kita sendiri. Miskin spiritual keagamaan menghasilkan manusia-manusia yang tidak mengerti makna hidup. Kita tidak mengerti makna kebersamaan hidup. Akhirnya, dengan adanya kemiskinan yang melanda negeri kita ini, kita senantiasa hidup dalam perbudakan, baik perbudakan dari bangsa sendiri maupun bangsa lain dalam pelbagai macam bentuknya.
Demikian tadi sekadar perenungan akan makna yang kadang justru kita lupakan. Puasa, jangan sekadar menganggap sebuah perintah “penyiksaan” untuk diri sendiri. Tapi harusnya lebih lanjut mampu kita renungkan, bahwa dengan rasa lapar ini, kita bisa mempunyai rasa solidaritas kepada kaum miskin papa. Semoga ibadah puasa kita mampu mengantarkan kita menjadi orang yang bertakwa dan meraih kemenangan spiritual.